Minggu, April 24, 2011

Aga

Namaku Dira, aku duduk di kelas 1 salah satu SMA favorit dikotaku. Aku tidak cantik dan tidak pula pintar, bisa dibilang aku gadis yang biasa-biasa saja dengan postur yang sedikit lebih besar dibanding remaja seusiaku. Karena penampilanku yang tidak terlalu menarik maka tidak banyak pula cowok yang mendekatiku, aku sudah pernah pacaran sih sebelumnya, tapi itu 2 tahun yang lalu ketika aku masih SMP dan pacaran kami ya hanya sebatas sms dan telponan, tapi ya tetap saja sudah lama sekali. Kadang aku merasa iri dengan teman-teman sebayaku yang sering menceritakan tentang kegiatan malam minggu mereka dengan sang pacar. Kadang aku juga terpikir untuk bisa punya pacar seperti mereka, orangtuaku tidak pernah melarang ku untuk punya pacar sih, mereka hanya menetapkan batasan-batasan yang aku punya. Tapi tetap saja tidak ada artinya karena aku sama sekali tidak punya pacar sekarang.
        Sempat timbul keinginanku untuk punya pacar lagi, aku merasa aku tidak jelek-jelek amat, tapi kenapa tidak ada satupun cowok yang mendekatiku saat ini? Entalah, mungkin karena aku tidak pernah terlalu menonjolkan dan menampakan diriku di depan cowok-cowok. Aku curhat tentang keinginanku untuk punya pacar kepada sahabat-sahabatku, Rina, Melda dan Wendy. Rina dan Melda sudah memberikan banyak saran, mulai dari menata ulang rambutku, memperbaiki penampilanku dan merubah cara berpakaianku. Tetapi teteap saja hasilnya nol. Kami menyerah. Tapi tidak dengan Wendy, karena ia merasa belum membantu apa-apa akhirnya ia mencoba mencari banyak ide gila untuk dilakukan. Pertama ia mengatakan ia akan mempromosikan akun jejaring sosialku di akunnya. Berhasil! Banyak cowok yang mendekatiku, tapi entah kenapa aku merasa belum ada yang sreg. Kemudian Wendy pun menyarankanku untuk membuat sebuah akun di situs jejaring sosial lainnya, aku pun berpindah dari situs jejaring sosial yang satu dan yang lainnya setiap saat sampai kutemukan seorang cowok yang sedikit menarik perhatianku, di situs itu ia berstatus lajang alias jomblo.
        Kami berkenalan, bertukar nomor handphone dan akhirnya kami berjanji untuk bertemu. Cowok itu bernama Aga, lengkapnya Agra Prega. Ia 3 tahun lebih tua dariku dan kini sedang menekuni program studi S1 di salah satu universitas favorit di kotaku. Penampilannya tidak terlalu menarik, tapi ia punya senyum yang khas dan memikat. Kami berjanji untuk bertemu di acara festival musik yang diadakan oleh universitas kakakku. Awalnya memang aku malu-malu, tapi Aga sangat supel dan dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengaku walau umurnya lebih tua dariku. Obrolan kami mengalir seru sampai-sampai kami lupa waktu dan aku bisa menyesuaikan diri dengannya. Aga sangat baik, dia sering mengajakku jalan, makan, nonton, dan juga sering menjemputku pulang sekolah dan pulang les. Aku sangat berharap Aga dapat menjadi pacarku, sahabat-sahabatku juga mengatakan jika cowok sudah bersikap begitu cepat atau lambat dia pasti akan menyatakan perasaannya. Yah, aku hanya bisa berharap. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihat situs jejaring sosial tampat aku dan Aga bertemu, karena kupikir aku sudah menemukan cowok yang pas untukku.
        Hubungan kami terus berlanjut, aku semakin sering bertemu Aga, saling balas SMS setiap waktu, dan ia pun sering menelpon sebelum tidur untuk mengucapkan selamat tidur padaku. Aku sangat terkesan, tidak heran aku amat menyukainya, dan aku pun berharap dia begitu. 2 minggu kami berhubungan dengan lancer tanpa pernah terputus komunikasi sudah cukup meyakinkan ku untuk memberikan hatiku padanya, kupikir 2 minggu cukup untukku dan untuknya melalui proses pendekatan, tapi sepertinya itu tidak cukup bagi Aga. Aku terus menunggu hingga dia menyatakan cintanya padaku.
        Seminggu sudah kutunggu Aga untuk menyatakan cintanya, tapi tak sedikitpun ku dengar kata pernyataan cinta darinya. Aku pun mulai memberanikan diri untuk bertanya, dan jawabannya hanya “tunggulah dulu sampai aku benar-benar yakin dan siap”. Aku pun tidak berani bertanya lebih jauh. Tapi aku mulai bertanya-tanya apa 3 minggu tidak cukup baginya untuk mengenalku? Baiklah, aku pun terus menunggunya seminggu lagi, dan ini telah memasuki minggu ke 4 proses pendekatan kami. Satu hal yang mengherankan, semakin hari ia semakin jarang menghubungiku, sudah jarang sms, sudah jarang telpon, dan sudah jarang bertemu. Ia pun beralasan ia sedang menghadapi Ujian Tengah Semester di kampusnya, dan ujian itu berlangsung selama 10 hari. Ia meminta pengertianku dan memintaku untuk menunggunya hingga ujiannya selesai “Kalo ujianku udah kelar, aku janji bakal datengin kamu” begitulah janjinya. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku sangat menginginkannya, apa aku masih harus menunggu lebih lama? dan bodohnya aku mengatakan “Baiklah!”
        Ujian Tengah Semesternya pun berakhir, aku berharap ia menepati janjinya perihal akan menemuiku secepatnya. Aku mencoba mengubunginya dan ia berkata ia akan mengabariku segara, aku terus menunggu hingga 5 hari pun berlalu tanpa komunikasi sedikitpun, aku terus bertanya-tanya dalam hati “Ada apa dengan Aga?” tidak sedikitpun aku dapatakan jawabannya, aku berusaha menghubunginya, tetapi sms ku tak pernah dibalasnya, telponku juga tidak pernah diangkatnya. Aku bingung, tidak tahu harus bagaimana, aku pun mulai mempertanyakan kemana janji yang ia ucapkan dulu padaku sebelum menghadapi ujian? Tak pernah sedikitpun kudapatkan kabar dari Aga. Aku kecewa, tapi jauh dalam lubuk hatiku aku masih tetap mengharapkan Aga.
        Aku mencoba berpikir bagaimana cara untuk menghubunginya, dan akhirnya aku mencoba membuka dan memeriksa akun Aga di jejaring sosial tempat kami bertemu dulu. Aku shock! Aku melihat status hubungannya dan aku menemukan nama seorang cewek tertera disana.

AGRA PREGA KINI BERPACARAN DENGAN SONYA MECU

Begitulah kira-kira kalimat yang bisa kubaca dari halaman akun Aga pada jejaring sosial tersebut, dan mereka sudah berpacaran sejak 2 minggu yang lalu. Lihat betapa bodohnya aku ditipu seperti ini? Hatiku hancur lebur, penantianku atas cinta tulus dari Aga kini pupus sudah seperti ditiup angin, 1 bulan lebih aku menunggu dan berharap akan angan yang sia-sia. Aku terasa begitu hancur, entah kenapa. Aku sama sekali tidak berani lagi menghubungi Aga, Wendy yang memberikan jalan untuk mengenal Aga pun merasa bersalah. Ia selalu memaki Aga, sahabat-sahabatku yang lain juga membenci Aga. Kami menyesalkan kenapa Aga tidak pernah memberi tahu kalau ia sudah mememilih cewek lain? Sebegitu pengecutnya kah ia sampai-sampai ia berani member janji-janji palsu padaku dan terus membuatku mengharapkannya. Tidakkah ia tahu itu terasa amat sakit untukku?
        Kejadian ini memang menghancurkan hatiku dan membuatku susah untuk mempercai makhluk yang bernama lelaki lagi, sebulan tidak cukup bagiku untuk memulihkan hatiku pasca penghancuran angan-angan yang dilakukan oleh Aga. Tapi aku tidak menyerah, aku yakin suatu hari nanti pasti akan ada satu cowok yang benar-benar pas untukku dan bisa menyayangiku dengan tulus dan tidak akan mengecewakanku seperti yang Aga lakukan. Pasti! Dan aku yakin begitu.